• Categories

  • Archives

  • Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

    Join 354 other subscribers
  • Blog Stats

    • 12,855 hits
  • Site Meter

  • Twitter Updates

TELAGA HATI


Seorang guru sufi mendatangi seorang murid yang belakangan ini wajahnya selalu tampak murung.

“Kenapa kau selalu murung, nak?
Bukannya banyak hal indah di dunia ini?
Kemana perginya wajah bersyukurmu?” tanya sang guru

“Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah, sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seprti tak ada habisnya”. jawab sang murid

Guru terkekeh, “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari, biar ku perbaiki hatimu itu”.

Simurid berjalan pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali membawa segelas air dan dua genggam garam yang di minta.

“Coba ambil segenggam garam, masukan kesegelas air itu”. kata sang guru

“Setelah itu coba kau minum sedikit”. simurid pun melakukan. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.
“Bagaimana rasanya?” tanya sang guru.

“Asin, dan perutku jadi mual”. jawab si murid dengan wajah masih meringis.

Sang guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya meringis keasinan.

“Sekarang kau ikut aku”. sang guru membawa murid kedanau di dekat tempat mereka.

“Ambil sisa garam itu, coba kau tebarkan ke danau”

Simurid menebarkan sisa segenggam garam kedanau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belim hilang. Ia jngin meludahkan rasa asin di mulutnya, tapi tak dia lakukan. Rasanya tak sopan meludah di hadapan Musyrid, begitu pikirnya.

“Sekarang coba kau minum air danau itu”. kata sang guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk di duduki, tepat di pinggir danau.

Simurid menangkupkan kedua tangan, mengambil air danau, maraup ke mulut lalu meneguk. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya.
Guru bertanya, “Bagaimana rasanya?”

“Segar, segar sekali”. kata simurid sambil mengelap bibir dengan punggung tangan.

Tentu saja, danau itu berasal dari aliran sumber air diatas sana. Airnya mengalir jadi sungai besar maupun kecil di bawah, sudah pasti air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa dimulutnya.

“Terasakah rasa garam yang barusan kau tebarkan?”

“Tidak sama sekali”, kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi.
Sang guru hanya tersenyum memperhatikan, membiarkan murid meminum air danau sampai puas.

“nak” kata sang guru setelah murid selesai minum.
“Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, juga tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah di kadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap. Segitu-gitu saja tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir kedunia ini pun demikian. Tidak ada satupun manusia walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah”.

Simurid terdiam mendengarkan.

“Tapi nak, rasa ‘asin’ dari penderitaan yang di alami itu sangat tergantung dari besarnya ‘Qalbu’ (hati) yang menampungnya. Jadi nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan Qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau”.

Karena hidup adalah sebuah pilihan, mampukah kita jalani kehidupan dengan baik sampai ajal kita menjelang?

Belajar bersabar menerima kenyataan adalah yang terbaik.

Langit tak selamanya mendung, matahari tak selamanya cerah.
“Sesungguhnya dibalik kesulitan itu akan ada kemudahan, dan dibalik kemudahan ada kesulitan”.

Jadi persiapkan diri kita dalam menghadapi kesulitan dan jangan terlena dengan kelapangan karena semuanya silih berganti.

Leave a comment